Entah aku harus memulai darimana, mungkin lebih baik ketika suara adzan maghrib berkumandang dari kejauhan. Beberapa mahasiswa yang baru saja menyelesaikan mata kuliahnya di hari itu, berhamburan ke arahku. Mereka berlomba melepaskan sepatunya dan berlarian sambil berebut memasukiku.
Bisa kulihat wajah mereka yang datang, terutama yang berhasil sampai pertama kali di tempatku, seketika kecewa saat mengetahui aku tidak memberikan kelegaan dan justru mempersulit mereka.
Aku, satu-satunya tempat wudhu yang ada di Jurusan Sistem Informasi. Jurusan Sistem Informasi letaknya terpisah dari fakultasnya. Gedung jurusan Sistem Informasi berada di bagian depan kampus ITS, tepatnya di samping kiri Graha Sepuluh Nopember. Setiap hari, ketika tiba waktu shalat bagi yang beragama muslim, para mahasiswa seringkali melaksanakan shalat di mushala. Tidak hanya warga Sistem Informasi saja, warga Teknik Industri dan D3 mesin yang masih berada satu wilayah pun mendatangi mushala ‘bersama’ ini. Tak elak, aku pun pasti digunakan setiap hari oleh mereka. Aku senang mereka bisa memanfaatkan keberadaanku dengan baik, karena aku senang bisa membantu mereka. Tapi yang aku herankan, di saat senja tiba, aku terkadang tidak bisa membantu mereka. Itu bukan kemauanku. Entah mengapa, setiap maghrib tiba seringkali aku tak bisa mengeluarkan air yang seharusnya mereka gunakan untuk berwudhu. Mereka tentu kecewa, karena tak ada lagi tempat wudhu selain diriku. Jalan satu-satunya adalah pergi ke Masjid Manarul, dan itu menyita waktu, karena waktu maghrib sangatlah singkat.
Aku sedih. Seharusnya di saat genting seperti itu aku bisa membantu mereka. Karena aku merupakan salah satu fasilitas yang penting di kampus ini. Andai saja aku selalu bisa membantu mereka yang hendak berwudhu, aku pasti senang. Karena itu, tidak seharusnya aku berhenti beraktivitas di saat senja. Bagi siapapun yang bisa membantu, tolong usahakan agar aku selalu bisa digunakan kapanpun ya.
Manakala senja tiba
Gelap. Dimana lampunya??? Entah, sungguh mengherankan sekali. Kamar mandi wanita yang hanya ada dua ruang di lantai bawah, keduanya tidak ada penerangan sama sekali. Lalu apa yang terjadi apabila di hari petang para mahasiswi hendak ke kamar mandi?
“Rek, temani aku, dong.” Pasti itu yang terucap. Jangankan di hari petang, di siang hari pun seringkali terdengar kalimat itu. Selalu mengajak teman untuk ke kamar mandi. Jelas saja, selain tidak memiliki penerangan, pintu kamar mandi lantai bawah pun mengkhawatirkan. Yang ditakutkan, saat menutup pintu tak ada yang tahu apakah pintu itu akan bisa dibuka lagi nantinya atau tidak.
Sungguh tragis. Keadaan seperti itu seharusnya diperbaiki demi kenyamanan pengguna. Apa kalian bisa membayangkan bagaimana bila keadaan ini diteruskan hingga semuanya benar-benar tidak bisa disebut sebagai fasilitas lagi? Tentu tidak nyaman.
Bukan warga, cleaning service, ataupun kajur yang harus bertanggung jawab. Siapapun yang menggunakan pun harus bertanggung jawab atas keamanan fasilitas ini. Kita menemukan sesuatu yang janggal, sebaiknya segera dilaporkan, entah pada cleaning service atau pihak lain yang ahli, setidaknya kita sudah berusaha memperbaiki keadaan. Setelah semuanya normal, giliran kitalah yang harus beraksi. Jangan mentang-mentang sudah ada ahlinya, kita seenaknya menggunakan fasilitas dan berpikir, “ah, kalaupun rusak pasti nanti ada yang membenarkan.” Salah banget. Sebagai pengguna yang baik, kita juga harus menjaga fasilitas yang ada, kan ?